Thanks, it’s a dream! (part 1)

Sekarang aku lagi ikut kelas intensif SNMPTN di tempat lesku. Kelasku itu isinya anak-anak dari sekolahku semua. Jadi enak belajarnya! Apalagi, besok, bakalan ada try out di tempat yang jauh. Aku tidak begitu hafal nama tempatnya. Ke sananya nanti sama-sama, pakai bus.
Aku sekelas sama Rosi, Indah, Danu, Riki, Rendi, Candra, Upi, Asiyah, dan Tia. Cowoknya empat, ceweknya enam. Banyak temen yang dari sekolahku ikut di tempat yang les sama, tapi yang sekelas denganku ya sembilan orang itu saja.
“Fin! Besok ikut, kan?” tanya Candra pas baru keluar kelas. “Ikut dong!” ujarku riang. “Syukur deh kamu ikut! Biasanya kan kamu doang yang susah dapet izin kalo ada acara!” ujar Candra. Aku mengangguk. Candra selalu sama temennya dari sekolah lain. Aku tidak tau namanya. Tapi aku sering melihat dia sama Candra, karena dia juga les di tempat ini. Dia tersenyum padaku, dan aku balas nyengir.
“Fin, makan yuk..” ajak Tia. “Yuk! Di mana?” tanyaku. “KFC deh!” jawab Tia. Aku mengangguk. “Mau ikut ngga, Can?” tanya Tia. “Mau ikut?” tanya Candra sama temennya itu. Temennya ngangguk. Jadi mereka ikut. Rosi juga ikut! Asiiik! Kan seru kalau banyakan!
Sampai di KFC, aku yang disuruh ngantri mesen! Huh! Mentang-mentang aku kuat kaya cowok! “Bantuin Fina gih..” ujar Candra sambil nyikut temennya itu. Temennya ngangguk dan ikut ngantri. Tia sama Rosi mesen ke aku. Aduh! Banyak banget! “Bantuin juga dong, Can! Tega banget!” ujarku. “Iya deh..” ujar Candra, “Tapi aku ke wc dulu ya..” Aku ngangguk dan Candra kabur ke toilet. Candra belum balik-balik juga dari toilet pas aku sama temennya nyampe di depan pelayannya. “Selamat siang! Selamat datang di KFC. Ada yang bisa saya bantu?” tanya si mba pelayan. Aku nyebutin pesenan Tia dan Rosi. Eh.. Candra mesennya.. lupa.. Untung temennya inget. Terus dia mesen dan aku juga mesen.. “Enakan Colonel Yakiniku atau Spaghetti ya..?” ujarku bingung. “Mm.. kalo laper banget, mendingan makan nasi aja..” tanggap temennya. Aku mengangguk, “Nggak laper banget sih.. Spgahetti aja deh. Tambah milo..” Totalnya lebih dari seratus ribu! Dan aku Cuma bawa lima puluh ribu! Untung temennya Candra itu bawa seratus ribuan. Pas makanannya udah dateng, baru deh Candra dateng! Lumayan deh, dia jadi bantuin bawa!
Sambil makan, ngobrol-ngobrol. “Kelas kita semuanya ikut ya?” tanya Tia. “Yoi! Mantep deh! Ntar rame di sono!” ujar Candra seneng, “Kamu ikut juga kan, Ru?” Temennya ngangguk. “Kelas lain juga banyak banget yang ikut! Padahal kita ke sana mau try out ya!” ujar Rosi. “Ngejar jalan-jalan juga kayanya! Sekalian liburan!” ujarku sambil ketawa. “Ingetnya jalan-jalan aja, Fin!” seru Rosi. Yang lain ikut ketawa. “Abisnya, jenuh juga belajar mulu!” ujarku. Tia ngangguk, “Setuju! Kita kan butuh refreshing juga!”
Karena kami duduk dekat jendela, jadi jalanan di luar kelihatan. Wah! Itu Riki sama Rendi! Mereka juga melihat kami dan melambai. Lalu Riki menunjuk-nunjuk meja di sebelah kami. Apa mereka juga mau makan ya? “Kayanya mau makan juga mereka..” ujar temennya Candra. “Iya! Udah nunjuk-nunjuk gitu!” tanggap Candra. Dan ternyata benar! Rendi dateng sambil nyengir. Temennya Candra bantu Rendi ngedeketin meja di sebelah supaya bisa makan bareng. Riki yang disuruh ngantri mesen. “Beduaan aja ama Riki, Ren!” ujar Candra. “Ah! Sialan! Tadi kebetulan aja lagi sama-sama laper! Pada ninggalin sih!” ujar Rendi sambil duduk di sebelahku. Aku memang duduk paling pinggir tadi. Karena mejanya disatuin, jadi Rendi yang paling pinggir sekarang. “Kalian ngilang duluan sih, tadi!” ujar Rosi. “Iya, minta soal tes formatif harian dulu tadi!” ujar Rendi. “Weiis! Anak rajin!” ujar Candra. “Iya, dong! Susah nih masuk ITB!” bales Rendi.
Tidak lama, Riki dateng dengan baki makanan. Terus duduk di sebelah temennya Candra. “Mesen banyak amat sih, Ren! Berat nih!” ujar Riki sambil naro baki makanan di mejanya. “Laper!” balas Rendi singkat. Sambil makan, ngobrolnya tambah seru karena ada Riki sama Rendi. Kayanya meja kami meja paling ribut di KFC sini!
“Mau dong, Ren..” ujarku nunjuk kentangnya Rendi. “Ambil aja. Emang harus disuapin?” tanya Rendi sambil ketawa. “Kamu pikir aku bayi harus disuapin?” balasku sambil ngambil kentangnya Rendi. “Emang kaya bayi, sih! Pipinya gembul!” Rendi hampir mencubit pipiku tapi buru-buru kutepak tangannya, “Kotor!” Dan yang lainnya ketawa. “Mm.. aku ke toilet dulu..” ujar temennya Candra dan dia pergi. Yang lain masih ketawa ngeliat aku berantem sama Rendi karena kebanyakan nyolong kentangnya Rendi. “Dasar bocah rakus!” seru Rendi. “Enak aja! Aku kan Cuma bantu biar kamu ngga tambah gendut!” balasku. “Sialan kamu! Dasar baby Huey cadel!” balas Rendi mencibir. “Ih! Rese banget sih, Ren!” “Eh, udah, woi!” ujar Riki sambil ngakak. Temennya Candra kembali. “Ngga bilang makasih!” seru Rendi. “Iya! Makasih banyaaak! Puas?” balasku sambil menjulurkan lidah terus ketawa. Rendi juga jadi ikut ketawa, “Dasar bocah!”
Aku memang lebih muda dibandingkan teman-temanku. Aku lahirnya 1993. Tepatnya 20 Januari 1993. sedangkan mereka semua lahirnya 1992. makanya mereka suka meledekku bocah! Apalagi Rendi, temanku sejak SMP plus tetanggaku, yang rese banget dan hobi ngisengin aku! Karena Rendi juga lahir bulan Januari, tapi setahun lebih tua daripadaku, aku kadang memanggilnya pak tua!
Setelah makan, baru pulang! Huuh.. Pulangnya bareng Rendi deh! Karena memang rumahku dekatnya sama rumah Rendi. “Kenapa kamu terus sih yang jadi temen pulangku?” ujarku. Rendi bawa motor. “Kalo ngga mau, pulang sendiri sana!” serunya. “Beneran, ya?” “Eh, jangan deh! Ntar aku dimarahin Bang Randy kalo ketauan ngga nganterin kamu balik!” balasnya. Aku mencibir. Kak Randy, kakaknya Rendi—orang tuanya cukup kreatif namain anaknya—memang menganggapku adiknya sendiri karena dia tidak punya adik cewek dan pingin banget punya adik cewek tapi tidak bisa. Ibu mereka meninggal beberapa bulan sebelum mereka pindah ke dekat rumahku. Kak Randy bersyukur banget pas Rendi temenan sama aku karena katanya dia bosen di rumah cowok semua terus. Oh iya! Ini kan akhir minggu! Kalau akhir minggu, Kak Randy ada di rumah, jadi mau tidak mau Rendi harus nganterin aku pulang. Kalau hari biasa sih, sesuai moodku dan mood Rendi saja mau pulang bareng atau tidak! Rendi kan rese! Huh!
“Padahal tadi udah lupa kan?” tanya Rendi padaku. “Lupa apa?” tanyaku. “Lupa kalo sekarang akhir minggu dan aku harus nganterin kamu pulang!” gerutu Rendi. “Kamu sih, ikutan makan segala!” ujarku. “Kan laper! Dan di sini paling deket sama tempat les!” balasnya. “Eh, udah, udah! Berantem mulu! Bilangin ke A’ Randy, nih Ren!” seru Riki sambil ketawa. “Eeh! Jangan dong! Ntar aku kena amukan dia!” seru Rendi. “Berarti A’ Randy pengen kalian jadi keluarga..” ujar Tia. “Idiiih! Punya saudara kaya dia bisa stress aku!” seruku sambil menuding Rendy. “Hiih! Dia aja suruh pacaran sama Bang Randy sana!” seru Rendi. “Nggaklah! Aku nganggep dia kakak kok!” balasku. Aku kan juga anak tunggal. Jadi pengen juga punya kakak yang baik seperti Kak Randy! Aku heran, kok adik sama kakak jauh banget bedanya ya? “Udahlah, yuk pulang!” ujar Candra.
Keluar dari KFCnya bareng. Tapi terus pisah. Candra pulang sama temennya itu. Tia sama Rosi. Aku, Rendi, sama Riki ke tempat parkir. Rendi bawa motor. Rendi muterin motornya dulu baru aku naik. Pas ke depan KFC, menuju jalan raya, ngeliat Candra sama temennya yang lagi nunggu angkot. “Duluan ya!” ujarku pada Candra dan temennya. “Jangan berantem di tengah jalan!” seru Candra sambil ketawa. Aku nyengir pada mereka berdua.
Di tengah jalan, handphone Rendi bunyi. “Ambilin dong, Fin!” seru Rendi. Hiih! Ribet deh! “Di mana?” tanyaku. “Di kantong celana! Buka dulu kancingnya!” jawabnya. “Makanya jangan ribet-ribet punya celana!” seruku. “Ya elah gitu aja protes!” serunya. Mau tidak mau, kubuka kantung celananya dari belakang. Ribet banget! Kantungnya tidak lebar! Jadi susah mengeluarkan handphonenya. Kupukul kakinya biar handphonenya maju dan menyembul keluar dari kantungnya. “Ngapain sih, Fin?!” sentak Rendi. “Susah!” seruku. “Kalo gampang, aku ngga minta tolong kamu!” balas Rendi. Huuh! Akhirnya keluar juga handphonenya. “SMS!” seruku. “Baca aja!” balasnya. Aku buka. Dari Kak Randy. “Apaan?” tanya Rendi. “Dari Kak Randy! Kamu pulang sama Fina kan? Bawa ke rumah ya!” bacaku. “Haah!” dengus Rendi. “Ya udah kalo ngga ikhlas, aku turun nih!” ujarku. “Iya! Iya! Ikhlas! Dah! Pegang aja dulu handphonenya! Ribet kan masukinnya lagi!” ujarnya. Aku tidak menyahut lagi. Capek ah! Nurut saja.
Sampai di komplek rumah, Rendi bawa aku ke rumahnya dulu. “Adeeek!” Kak Randy langsung menyerbuku begitu aku turun. Dia mencubit pipiku lebar-lebar. “Aah, Kak! Hobi banget sih!” ujarku mencubit balik tangannya biar dia melepasku. “Abis kamu lucu sih! Masuk dulu, yuk!” Kak Randy menarikku masuk.
“Eh, Kak! Aku harus pulang. Nyiapin buat besok..” ujarku. “Emangnya besok mau ke mana?” tanya Kak Randy ramah. “Ada tryout di daerah bukit gitu.. Lupa namanya..” jawabku. “Berarti besok berangkat sama Rendi?” tanya Kak Randy. Rendi yang baru masuk dan membuka helm langsung memutar bola mata dan mendengus. “Ya udah, biar kakak yang anter ya!” ujar Kak Randy. “Aku juga dong, Bang!” ujar Rendi. “Kamu kan nggak mau sama Fina, berangkat sendiri sana!” seru Kak Randy ketus. “Yaah! Tega amat sih Bang, ama adek sendiri!” seru Rendi sambil mengambil handphonenya dariku. “Tapi.. apa ngga ngerepotin kakak?” tanyaku. “Ngga, kok! Besok mau berangkat jam berapa?” tanya Kak Randy. “Jam tujuh..” jawabku. Kak Randy mengangguk, “Jadi besok aku anterin ke tempat ngumpulnya ya! Sekarang aku anterin pulang, yuk!” Kak Randy menarikku bangkit.
Dia benar-benar mengantarku sampai depan rumah. Padahal rumahku dan rumahnya hanya berjarak enam rumah. Di depan rumah, mama sedang menyiram tanaman. “Eh, Nak Randy..” ujar mama. “Halo, tante!” sapa Kak Randy sopan. “Baru pulang?” tanya mama. “Iya! Baru tadi pagi nyampe..” jawab Kak Randy. “Makasih ya, Kak!” ujarku pada Kak Randy. “Sama-sama, dek! Besok jam tujuh ya?” ujarnya. Aku mengangguk, “Aku masuk dulu, Kak!” Dia mengangguk dan aku masuk ke dalam. Fuuh..

Besoknya, Kak Randy beneran jemput aku jam tujuh tepat. Rendi akhirnya ikut juga dianterin sama Kak Randy. Mereka duduk di depan dan aku duduk di belakang bersama barang-barangku. Kak Randy nganterin sampai ke tempat lesku. Sudah ada tiga bus di depan tempat lesku. Aku dan Rendi turun dari mobil. “Bantuin Fina bawa barang, Ren!” perintah Kak Randy. Rendi nurut.
“Dek!” Kak Randy turun lalu menahanku. “Kenapa, kak?” tanyaku. “Nih, buat kamu!” ujarnya sambil memberiku sebatang cokelat Toblerone, “Bulan Januari gini kan masih dingin kalau ke daerah bukit! Kalau makan cokelat, pasti jadi anget!” Aku tersenyum dan mengangguk, “Makasih banyak, Kak!” Dia balas tersenyum, “Hati-hati ya, di sana!” Dia menepuk rambutku pelan. “Aku berangkat, Kak!” ujarku. Aku masuk ke bus sambil membawa barang-barangku yang udah diturunin Rendy. “Makasih, Ren!” ujarku pada Rendy yang sudah masuk ke bus duluan. Rendy Cuma ngangguk sambil tetep ngobrol sama Danu.
“Fin! Itu A’ Randy, ya?” tanya Tia sambil melihat ke jendela bus. Iya. Kak Randy memang tidak langsung pulang. Aku menaruh tasku di rak atas bus. Lalu duduk bersama Tia. “Iya..” jawabku. “Masih ganteng aja yaaa!” seru Tia. Aku tertawa mendengarnya. “Beda kan sama Rendi?” ujarku keras-keras. “Aku denger! Aku denger!” seru Rendi yang duduk di depan. “Eh, Rendi juga ganteng kok!” ujar Indah. “Iya.. kalo dibandingin sama kebo..” tanggapku membuat yang lain tertawa.
“Sialan kamu, Finaaa!!!” Rendi menghampiriku dan mencekikku! “Eehk! Ren! Lepasin!!! Kak Randy, tolooong!!!” Aku memukul-mukul kaca bus agar Kak Randy melihat aku dianiaya Rendi. Tapi dia tidak lihat! “Ren! Sakiiit!” Aku memukul-mukul tangan Rendi. Dan dia malah tertawa melihatku tersiksa! “Udah, Ren..” ujar temannya Candra itu sambil menarik tangan Rendi menjauh dariku. Rendi menurut dan melepasku, “Makanya jangan iseng!” Uuh! “Jahat!” seruku kesal pada Rendi. Rendi kembali ke tempat duduknya sambil tertawa puas. Huh!
Aku memperhatikan Kak Randy dari jendela. Oh, dia sedang telepon, makanya tadi dia tidak sadar aku menggetok-getok kaca jendela. Pas busnya mau berangkat, baru Kak Randy selesai nelepon. Dia melihat ke arahku lalu melambai. Aku balas melambai. Sampai busnya belok dan Kak Randy tidak kelihatan lagi.
“Dia tuh ketua tim bola kita kan dulu?” tanya Upi padaku. “Kak Randy? Iya..” jawabku. Iya, ya.. Kak Randy kan alumni SMA-ku juga. Sekarang dia kuliah di UI. Waa! Aku juga pengen kuliah di UI! Kak Randy mahasiswa teknik! Sedangkan Rendi pengennya di ITB. Sama saja ya.. Ternyata ada juga kemiripan mereka berdua!
Di perjalanan, kita nyanyi-nyanyi! Luki, si jago musik, bawa gitar! “Request dong, Ki!” seru Candra. “Boleh! Lagu apaan?” tanya Luki. “Lil’ Thing! Ehm.. sebenernya dia yang request nih..” ujar Candra sambil nunjuk temannya itu. “Udah ngga usah!” ujar temannya. “Ngga apa-apa lagi! Ayo, Ki!” seru Candra. “Oke! Lagi jatuh cinta ya? So sweet banget lagunya! Ada yang mau nyanyiin?” tanyanya. “Ayo, Ru!” ujar Candra sambil mendorong temannya. “Ngga mau, ah!” ujar temannya. “Ya udah, aku wakilin ya. Buat siapa nih lagunya?” tanya Luki. “Buat... Uuugh!” Temannya menutup mulut Candra. Luki ketawa, “Mulai ya..” Intro dulu. Luki kan jago banget maen gitarnya! Suaranya juga bagus!


Lil’ Thing- Maliq N D’essentials

Bila saja kau tau
Yang kurasakan pada dirimu
Sulit untuk kukatakan
Betapa aku suka dirimu

Setiap kali kumenatapmu
Kau memberi arti untukku
Mungkinkah kau wanita untukku
Setiap kali kubersamamu
Semua terasa indah bagiku
Dan kutau

Every lil’ thing you do, it feels so good
It doesn’t really have to be understood
You may think I’m crazy when I look at you
I ain’t even can keep my cool
Oh no I ain’t even can keep my cool

Katakan padaku
Bila ada yang membuat kau ragukan aku
Isyaratkan aku
Bila kau memang mau untuk menjadi milikku

Setiap kali kumenatapmu
Kau memberi arti untukku
Mungkinkah kau wanita untukku
Setiap kali kubersamamu
Semua terasa indah bagiku
Dan kutau

Every lil’ thing you do, it feels so good
It doesn’t really have to be understood
You may think I’m crazy when I look at you
I ain’t even can keep my cool
Oh no I ain’t even can keep my cool

Setiap kumenatapmu
memberi arti untukku
Setiap kubersamamu
terasa indah bagiku

bilakah kau tau
kusuka dirimu
isyaratkan aku
usahlah kau ragu

bilakah kau tau
kusuka dirimu
isyaratkan aku
usahlah kau ragu

bila kau tau
isyaratkan aku
ku suka dirimu
isyaratkan aku

Every lil’ thing you do, it feels so good
It doesn’t really have to be understood
You may think I’m crazy when I look at you
I ain’t even can keep my cool
Oh no I ain’t even can keep my cool



Waah! Keren! Sampe semuanya ikut nyanyi! Apalagi pas yang bridge-nya! Keren banget! “Ki! Wavin’ Flag!” seru Roni, teman sekolahku yang lain. “Nah! Bagus tuh! When i get older I’ll be stronger, they call me freedom, just like a wavin’ flag!” seru Luki riang. Wah! Lagu piala dunia! Lebih seru lagi! Sampe supirnya dan guru-guru les juga senyum-senyum dengernya!
Aku yang nyanyiin bridgenya karena di bus Cuma aku dan Luki yang hafal liriknya! “But we strugglin’, fightin’ to eat. And we wonderin’, when we’ll be free! So we patiently wait for that faithful day! It’s not far away! But for now we say!” nyanyiku riang. “When i get older I’ll be stronger, they call me freedom, just like a wavin’ flag! And then it goes back! And then it goes back! And then it goes back! Oooo!” nyanyi semuanya ramai-ramai. Wah! Seru banget!
Sampai di tempat yang dituju jam dua belas siang. Wah, tempat menginapnya bagus! Di depannya ada taman yang luas! Dan Cuma ini bangunan yang terletak agak atas dari pemukiman penduduk! Aku dan teman-teman langsung turun dengan riang! Satu kamar isinya minimal empat orang untuk cewek. Aku, Tia, Rosi, dan Asiyah langsung memutuskan untuk sekamar! Untuk cowok, minimal dua orang. Karena cowok kan biasanya lebih besar dari cewek, ya..
“Silakan milih kamarnya sendiri. Ngga akan kehabisan kamar, kok! Setelah itu kalian bisa istirahat, sholat, dan makan siang. Jam satu kita mulai try outnya!” ujar mas Asep, admin tempat lesku. Ya ampun.. istirahatnya dikit banget! Tempat cewek dan cowok dipisah kamarnya. Tapi aula dan masjidnya jadi satu. Kafetarianya juga. Ya tidak mungkin dipisah semua sih. Aku dan teman-teman memilih kamar nomor 6.
Kami shalat dulu terus makan. Baru siap-siap untuk tryout. Hari pertama ini, tryout kemampuan dasar dan TPA dulu. Besok dilanjut dengan tryout kemampuan IPA untuk anak-anak IPA dan tryout kemampuan IPS untuk anak-anak IPS. Anak-anak IPC ya harus siap menanggung derita dua kali tryout, besok.
Jam satu, try out dimulai. Semuanya digabung di aula. Cuma dipisah IPA-IPSnya. Sebenernya tidak ada bedanya mau dipisah atau tidak. Toh kalau soal kemampuan dasar, mau IPA ataupun IPS, soalnya sama. Mungkin karena ruangannya tidak cukup kalau disatukan semua. Fuuh.. Alhamdulillah, kalau soal kemampuan dasar dan TPA sih tidak terlalu sulit. Paling aku agak pusing di matematikanya. Padahal Kak Randy suka mengajariku matematika!
Hmm.. Aku mengingat jawaban beberapa soal. Ada yang jawabannya 1024, terus yang soalnya kotak-kotak gitu, 281. soalnya dua soal itu aku cari jawabannya muter-muter sampe dapet! Try outnya selesai jam tiga. Yang TPA soalnya seru-seru! Banyak pake logika!
Semuanya keluar dari aula dengan muka lelah. Memang capek habis perjalanan panjang langsung try out! Aku langsung pergi ke taman depan penginapan. Daritadi aku pingin ke taman! Tamannya bagus banget sih! Adem lagi! Ada kursi tamannya juga! Kubersihkan dulu kursi tamannya dari daun-daun kering. Baru aku duduk dengan santai. Fuuh...
Eh.. ada yang datang.. Temennya Candra.. Dia melihatku sambil terengah. Seperti orang habis lari. Aku Cuma tersenyum sekilas padanya lalu mengalihkan pandangan ke pemandangan alam lagi. Temennya Candra itu maju lalu berhenti di semak paling depan. Dia bersandar ke semak itu sambil melihat langit. Entah apa yang dipikirkannya.. Tentu saja aku tidak bisa tau.
Haus juga lama-lama. Ke kafetaria dulu ah! Siapa tau bisa dapet minum di situ. Aku bangun dan beranjak pergi. “Fin!” Eh? Aku menoleh. Temannya Candra itu menatapku, “Mm.. mau ke mana?” tanyanya. “Cari minum..” jawabku singkat. “Aku boleh ikut?” tanyanya lagi. Aku mengangguk. Kenapa tidak?
Aku dan dia masuk kembali ke dalam. “Gimana.. tadi? Bisa?” tanyanya sambil berjalan menuju kafetaria. “Lumayan..” jawabku. “Mm.. inget yang nomer 11?” tanyanya. “Yang mana?” tanyaku. “Yang ada kotak..” “Oh iya!” potongku. “Jawabannya berapa?” tanyanya. “Hmm.. kalau tidak salah 281..” jawabku. Dia mengangguk. “Terus yang kombinasi..” lanjutnya. “1024! Ya kan?” balasku. Dia mengangguk lagi. Hore! Sama! Eh, maksud anggukannya itu sama kan?
Di kafetaria, aku ketemu Rosi. “Ke mana aja Fin? Biasanya langsung cari minum!” ujar Rosi. “Ke taman. Cari angin dulu. Baru nih mau cari minum!” ujarku. Temennya Candra itu ketemu sama Candra, jadi aku bareng Rosi saja. Asik! Ada teh botol! Minuman paling seger apalagi kalau dingin! Waah! Mantap! Setelah beli minum, aku kembali ke kamar. Istirahat. Mau belajar juga capek banget! Tidur aja ah!
Aku bangun jam empat sore. Langsung mandi terus shalat Ashar. Baru deh keluar kamar. Enak banget kamar mandinya ada di dalam kamar! Cuma ngantri sama Tia, Rosi, dan Asiyah. Tapi karena Tia dan Rosi masih tidur dan Asiyah masih shalat, jadi tidak ngantri deh!
Pas lagi jalan keluar, ketemu Candra. “Eh, Can!” ujarku. “Kenapa, Fin?” tanya Candra. “Mau nanya dong. Mm.. temenmu itu namanya siapa sih?” tanyaku. “Yang mana?” tanyanya. “Yang suka bareng kamu terus!” balasku. “Zikru? Nama aslinya Zaki Andaru Muhammad. Biar singkat, jadi Zikru. Kenapa emangnya? Masa kamu ngga tau?” tanyanya. “Iya, maaf.. Aku pernah ngomong sama dia tapi belum pernah denger nama lengkapnya. Kamu kan manggilnya ‘Ru’ doang!” ujarku. Candra ngangguk-ngangguk, “Tuh orangnya! Duluan ya Fin!” Candra lari entah ke mana.
Zikru melihatku dan aku tersenyum padanya sebentar lalu meneruskan jalan. Aku mau ke taman lagi. “Fin!” panggil Zikru. Aku berhenti dan menoleh padanya, “Ya?” “Mm.. suka naek sepeda, ngga?” tanyanya. Aku mengangguk, “Kamu bawa sepeda?” “Nggak sih.. Tapi katanya ada penyewaan sepeda di penginapan ini.. Aku mau ke sana.. dan.. mm..” “Yuk, naik sepeda!” ujarku riang. Aku suka naik sepeda! Naik sepeda kan seru dan bikin sehat! Dia mengangguk lalu aku mengikutinya ke tempat penyewaan sepeda.
“Eh.. iya.. Boleh aku panggil kamu.. Zaki aja? Yah.. aku kan..” “Iya. Aku tau.. Boleh kok..” potongnya sambil tersenyum. Aku nyengir. Pelafalan fonem ‘r’ ku kan kurang sempurna! Bisa tapi tidak bisa kalau didobel. Jadi lebih baik tidak usah sekalian kan? Biar lebih mudah! Gara-gara aku agak cadel begini, Rendi sering ngeledek jadinya. Huh!
Sampai di tempat penyewaan sepeda, ternyata sepedanya tinggal satu. Yaah.. Banyak yang minjem juga sih.. “Buat kamu aja, Fin..” ujar Zaki. “Eh, ngga apa-apa! Kamu aja! Kan kamu yang mau duluan ke sini..” ujarku. “Mm... Gimana kalo.. aku bonceng aja, ya?” usulnya. Hmm... boleh juga! Aku mengangguk. Akhirnya jadilah Zaki yang minjem sepedanya dan aku dibonceng sama dia.
“Mau ke mana?” tanyanya. “Ke mana aja deh..” jawabku. Aku tidak tau daerah sini! Dia membawaku ke sebuah pasar rakyat. Tapi pasarnya bersih dan adem. Tidak seperti pasar di kota yang kotor dan sering panas. “Beli minum dulu, ya..” ujarnya. Aku mengangguk. Dia turun dan aku juga turun. Sambil berjalan ke tukang minum, dia menuntun sepedanya.
“Kamu mau juga?” tanyanya saat sampai di tukang minum. Aku meraba-raba kantung celanaku. Aduh! Aku tidak bawa uang! “Aku ngga bawa uang.. Soalnya tadi niatnya mau ke taman doang..” ujarku. “Aku beliin. Mau ngga?” tanyanya. “Ngga usah deh. Makasih!” balasku. “Beneran nih?” tanyanya lagi. Aku mengangguk.
Dia beli teh kotak. Terus dia minum dulu. Aku nungguin sambil ngeliat-liat isi pasar. Masih ada beberapa penjual sayur tapi sayurnya sudah tinggal sedikit dan layu karena pasti dijual dari tadi pagi. Kebanyakan malah tukang mainan. Ada juga beberapa stand permainan, seperti pasar malam! Unik juga pasar ini!
“Nih..” kata Zaki sambil memberikan teh kotaknya padaku. “Kenapa?” tanyaku. “Buat kamu..” jawabnya. Oh.. “Kamu ngga mau?” tanyaku sambil menerimanya. “Udah cukup. Buat kamu aja..” balasnya. Aku mengangguk, “Terima kasih!” Hore dapat minum! “Eh, main dulu yuk, Fin..” ujar Zaki. “Main apa?” tanyaku. “Ketapel tuh! Yuk!” ujarnya sambil menunjuk stand yang bertuliskan: Main Ketapel Rp 1000 2x Tembak.
Aku mengikutinya ke stand ketapel itu. “Tapi aku ngga bisa..” ujarku. “Kalo gitu, kamu pilih hadiahnya aja..” ujar Zaki. “Emang udah pasti dapet?” tanyaku sambil tertawa pelan. Dia nyengir, “Pasti deh..” Aku mengangguk. “Boneka yang itu..” ujarku sambil menunjuk sebuah boneka beruang putih kecil. “Yang putih?” tanyanya. Aku mengangguk lagi. “Ok..” “Tembak aja langsung hadiahnya. Tapi dari jarak tiga meter. Tuh! Di deket tiang sebelah sono!” ujar abang penjaga stand sambil menunjuk tiang yang tidak dekat dari standnya. “Jauh juga ya..” ujarku. “Ya kalo deket kegampangan atuh, neng..” ujar si abang. Oh iya. Aku tertawa.
“Kamu duduk aja di sini..” ujar Zaki sambil men-standar-kan sepedanya. “Iya..” Aku duduk di atas sepeda. Huup! Jangan sampai jatuh. Aku melihat Zaki berlari sampai ke tiang yang ditunjuk abang tadi. Lucu juga permainannya! Kalau di luar negeri kan biasanya pakai bola atau senapan angin. Di Indonesia, pakai ketapel dong!
Zaki bawa dua peluru sekaligus. Dia taruh dulu yang satu di tanah baru mulai membidik. Tembakan pertama meleset, hampir kena abangnya. “Maaf, Bang!” seru Zaki dari jauh. “Ngga apa-apa, Jang!” balas si abang ikutan teriak. Tembakan kedua, kena! Waah! “Nih, neng..” ujar si abang sambil memberikan hadiahnya untukku. Lho?
Zaki kembali dan mengembalikan ketapel abangnya. “Nih..” ujarku sambil memberikan hadiahnya. “Buat kamu aja..” ujarnya. Eh.. “Beneran?” tanyaku. Dia mengangguk. “Makasih!” ujarku senang. “Kamu mau liat yang lain?” tanyanya. Aku menggeleng. “Yaudah, yuk pulang..” ujarnya. Aku mengangguk lalu turun, “Beneran pulang?” Aku tertawa kecil. “Eh.. balik ke tempat nginep maksudnya..” balasnya sambil ikut ketawa. Dia menarik standar sepedanya dulu terus diputerin baru aku naik.
Sampai di depan penginapan, dia berhenti. “Mau coba ngendarain dulu ngga?” tanyanya. “Mau!” ujarku senang. Aku turun dan dia juga turun. Aku titipin bonekaku ke dia. Terus naik sepeda keliling taman. Zaki nungguin sambil duduk di kursi taman. Hore! Asiiik! Adem banget! Walaupun Cuma muterin taman. Oh iya! “Aku muterin penginapan dulu ya!” ujarku pada Zaki. Dia mengangguk. Aku segera tancap gas memutari bangunan. Wah! Seru!
Setelah puas berkeliling, aku kembali ke taman dan melaju menuju Zaki dan mengerem tepat di depannya. Membuatnya menyingkir. Aku tertawa. Dia juga tertawa, “Iseng ya..” Dia memberikan boneka tadi padaku lagi. “Terima kasih!” ujarku senang. Aku dan Zaki balikin sepeda ke tempat penyewaannya dulu baru masuk ke penginapan.
“Finaaa!” seru Rosi dan Tia begitu melihatku masuk. “Abis dari mana?” tanya Rosi. “Jalan-jalan pakai sepeda!” ujarku riang. “Berduaan aja?” ujar Candra yang tiba-tiba muncul dari lorong. “Abisnya sepedanya juga tinggal satu. Emang bisa naik bertiga?” tanyaku. “Ooh! Jadi boncengan yaa..” ujar Candra sambil menaik-turunkan alisnya. “Gantian juga..” ujar Zaki. “Eh, Ru, ajarin fisika dong!” ujar Candra. “Iya! Ajarin dong, Ru, buat besok!” ujar Rosi. Eh.. Zaki jago fisika ya..? “Eh.. aku ngga terlalu bisa..” “Ngga bisa apanya? Nilai fisikamu bagus terus! Ya, ya? Please.. ntar maleeem aja!” ujar Tia. “Kamu juga mau ikut kan, Fin?” tanya Candra. “Boleh!” ujarku. “Mm.. iya deh..” ujar Zaki setuju. “Kalo gitu, abis makan malem, di ruang bersama, ok?” ujar Candra. Aku, Rosi, dan Tia mengangguk. Setelah itu, Zaki pergi sama Candra. Dan aku bersama Tia dan Rosi.
“Eh, boneka dari mana tuh?” tanya Rosi. “Tadi sempet ke pasar rakyat gitu. Lucu deh! Ada permainan ketapel! Hadiahnya ini!” ujarku. “Ketapel? Maksudnya nembak sesuatu dengan ketapel? Dan kalo bisa kena dapet hadiah?” tanya Tia. Aku mengangguk. “Emang kamu bisa? Perasaan kamu diarahin pake karet aja takut!” ujar Tia. “Ya bukan aku yang maen..” ujarku. “Zikru? Jadi bonekanya dikasih sama Zikru ya?” tanya Rosi. Aku mengangguk. “Deeeuu.. Ehhmm! Kayanya ada yang lagi suka-sukaan nih!” ujar Tia. “Apaan sih? Orang Cuma maen doang!” balasku. “Masa siiih?” seru Rosi ikutan. “Iyaaa! Udah, ah! Kalian ngomongin apa sih..” ujarku malu. Waa! Aku tidak biasa diledekin begini! “Eh, emang tempatnya di mana? Kayanya seru juga!” tanya Rosi. “Deket kok. Besok kita ke sana sama-sama, yuk! Makanya jangan kelamaan tidurnya!” ujarku. “Huh! Iyaaa! Setuju deh!” ujar Tia. Rosi juga setuju. Siip! Jadi besok jalan-jalan lagi!
Malemnya, setelah makan malam, belajar bareng! Waah.. Zaki pinter banget! Hebat! Dia bisa mengerjakan semua soalnya! Kecuali yang memang sangat sulit. Dia juga mengejarnya lumayan cepat. “Kecepatannya 3/5 c berarti yang di belakang itu sin kan? Nyari gammanya tinggal satu per cos berarti 5/4. Momentum relativistiknya tinggal dikaliin kecepatan jadi ¾ mc..” “Ngga ngerti, Ki! Rumusnya apa?” potongku. “Ki? Kamu panggilnya Zaki?” tanya Candra. “Iya.. Emang kenapa?” tanyaku. “Uwiiih! Panggilan sayang, ya...” “Ssssht! Apaan sih? Berisik ah! Konsen!!!” seru Zaki menggetok bahu Candra dengan buku. “Iya, ampun, Ru.. eh, Pak Guru..” ujar Candra cengengesan.
“Gini, Fin, kan rumus momentum p=m.v. Karena pake rumus relativitas, tinggal tambahin gamma di depan rumusnya jadi p=γ.m.v..” jelas Zaki sambil menuliskan rumusnya di kertas. Aku mengangguk. Mengerti! Aku menulis ulang caranya di kertas soalku agar tidak lupa dan bisa dipelajari besok!
“Waaah! Liat! Liat niiih!” seru Upi teriak-teriak sambil lari ke arah yang sedang belajar. “Apaan Pi?” tanya Tia. “Video A’ Randy nyanyi! Ada di handphonenya Rendiii!” seru Upi. “Mau liat!!! Nyanyi sama siapa?” tanya Rosi. “Sama Fina!” seru Upi. Haah?! Pasti itu yang pas taun baruan di rumahnya Rendi! “Jangan diliat! Suaraku jelek!” seruku. “Suaramu bagus, Fin!” seru Luki yang ikutan nimbrung. “Udah, ah! Abis baterenya!” seru Rendi yang juga muncul. “Ih, bentar doang, Ren! Nyanyi lagunya so sweet lagi!” seru Upi. “Jangaaan!” seruku tapi Tia menahanku supaya tidak menstop Upi memainkan videonya. “Rendi, jangaaan!” pintaku. Rendi Cuma angkat bahu karena dia juga dijaga Luki yang antusias mau nonton juga.
Upi mulai memainkan videonya. Yang main piano Kak Randy waktu itu. “A’ Randy kereeen!” seru Tia. Ya.. Jadi ceritanya, pas taun baru, keluargaku dan keluarga Rendi taun baruan bareng di rumahnya Rendi. Sebelum acara bakar-bakaran, mereka nyuruh Kak Randy main piano. Dan Kak Randy narik aku buat nyanyi! Memang divideoin sama ayahnya Rendi! Tapi aku tidak tau kalau dia menyimpannya di handphone. Waa! Aku maluuu! Nyanyi lagunya Maliq-Sampai Kapan. Melow banget. Pas mulai nyanyi, Kak Randy dulu yang nyanyi. Sesuai sama lagu Maliq-nya yang nyanyinya emang dua orang. “Menantikanmu dalam jiwaku. Sabarku menunggu. Berharap sendiri. Aku mencoba merindukan bayangmu karena hanyalah bayanganmu yang ada..” suara Kak Randy.. Suaranya memang bagus.. “Hangat mentari dan terangnya rembulan mengiringi hari-hariku yang tetap tanpa kehadiranmu. Indahnya pelangi yang terbit kala sinar matamu menembus relung hatiku..” suaraku. Uuh.. “Tuh kan bagus, Fin!” seru Luki. Yang lainnya tepuk tangan. Aku jadi tambah malu.. Waaa!!! “Pantaskah diriku ini mengharapkan suatu yang lebih dari hanya sekedar perhatian dari dirimu yang kau anggap biasa saja..” “Pantaaaas!” seru Tia menyahuti suara Kak Randy. “Atau mestikahku simpan dalam diri lalu kuendapkan rasa ini terus oo.. yeah.. yeah.. selama-lamanya..” suaraku lagi. Terus berdua nyanyinya, “Diriku cinta dirimu dan hanya itulah satu yang aku tak jujur kepadamu. Kuingin engkau mengerti mungkinkah engkau sadari cinta yang ada di hatiku tanpa sepatah kata kuucapkan padamu..” “DEEUUUH!!!” semuanya langsung bereaksi begitu! Aku juga waktu itu nyanyinya sambil saling tatap sama Kak Randy! Jadi makin parah deh diledeknya! “So sweet bangeeet! Pengeeen!!” seru Rosi. Apalagi pas Kak Randy nyanyi, “Oh..sayang.. dapatkah aku memanggilmu sayang..” Dia juga sambil ngeliatin aku! Eh! Aku baru sadar sekarang! “Sampai kapan akupun tak sanggup tuk pastikan kudapat memendam seluruh rasa ini..” “Ngga usah dipendam, Fin..” ujar Asiyah yang ikutan nonton. Cewek-cewek teriak pas denger Kak Randy nyanyi, “Dengarlah jeritan hatiku untukmu.. Ooo...” “Dan aku ingin engkau mengerti apa yang di hatiku sanubariku..” Berdua lagi, “kita kan berdua selamanya.. Yeah..” Sisanya tinggal improvisasi dari aku sama Kak Randy.. Selesai.
Semuanya langsung tepuk tangan! Aduh, aku malu banget! Aku menutup mukaku dengan lenganku sambil bersandar di meja. Uuh! “Kaya pacaran bangeeet!” seru Upi. “Ngga kooo!!” seruku cepat. “Derita amat punya adik sepupu kaya begitu..” komentar Rendi. “Apaan sih, Ren?! Rese banget sih!!!” seruku kesal. Huuh! Bukannya bantu, malah ngeledek! Huh!!! “Kamu sih, pake ngasih liat segala!” seruku pada Rendi. “Luki yang liat duluan!” balasnya. “Rendi rese!” seruku sebal. “Yee.. cadel!” balas Rendi sambil tertawa geli. Uuh!!! “Jahaaaaat!” Aku memukul lengan Rendi. “Eh, udah! Udah! Kamu manis kok di situ, Fin! Pake dress gitu! Cocok banget sama A’ Randy!” seru Asiyah. “Aah! Udaaah!” Kututup kupingku biar tidak mendengar ledekan mereka, “Kak Randy kakakku!” “Enak aja! Dia abangku!” seru Rendi sambil ketawa. Uuh! “Udah eh..” ujar Rendi sambil menepuk pundakku, “Kasian anak kecil diledekin mulu nanti nangis.. Kan susah nyari balonnya, udah malem..” Uuh! Kudorong Rendi, yang sedang ketawa, menjauh dariku. Nyebelin!
Kubereskan barang-barangku terus minggat ke kamar. “Finaaa!” Tia, Rosi, dan Asiyah menyusulku. “Jangan ngambek dong, sayang..” ujar Tia sambil merangkulku. “Abisnya kalian jahat.. Kan udah kubilang aku tuh nganggep Kak Randy, kakakku sendiri..” ujarku. “Iya, iya. Maaf.. Abisnya tadi so sweet banget videonya..” ujar Rosi. “Tuh kan..” “Iya, iya ampun, Fin..” Rosi juga merangkulku dan menenangkanku.
Aku berbaring di tempat tidurku setelah mereka melepasku. Beruang kecil lucu! Aku mengambil beruang itu dan memeluknya. Lucu bangeeet! Aku cubiiit! “Gemes banget ya..” ujar Asiyah sambil ketawa melihatku main boneka. “Luccuuu..” ujarku sambil mencubit boneka itu lagi. “Ehm.. yang lucu bonekanya apa yang ngasih..?” tanya Tia. “Hah?! Abang tukang maenan ketapel dong?!” tanyaku tersentak. “Maksudnya Zikru! Dasar bocah!” seru Rosi ketawa geli. “Hah...? Kok jadi Zaki..? Ngga ko..” ujarku. “Naah.. Malu-malu tuuh! Boleh deh A’ Randy dianggap kakak! Kalau Zikru apaaa?” goda Tia. “Iih! Apaan sih..? Baru kenal tadi kok..” balasku. “Baru kenal langsung deket gitu..” ujar Asiyah. “Ya masa langsung jauhan!” tanggapku. “Mm.. suka gitu deh.. Pura-pura ngga ngerti tuuh!” ujar Tia sambil mencolek daguku. “Iih! Genit!” seruku menjauh darinya. Mereka tertawa geli.
Huuf.. Aku haus.. “Aku ambil minum dulu ya..” ujarku pada mereka. Mereka mengangguk. Aku keluar kamar. Baru jam delapan malam. Masih banyak anak-anak yang lalu lalang. Aku ke dapur minta minum. Untung dikasih yang dingin! Minumnya di ruang bersama ah.. Di situ kan ada sofa..
“Aah..! Ru, temeniiin!” suara cewek.. “Ngga mau ah! Sana sendiri aja!” seru suara cowok. Mm.. kayanya suara cowok itu aku kenal.. Dari arah ruang bersama. Memang kebetulan aku mau ke sana. Sampai di sana.. oh.. Zaki.. dengan cewek. Eh.. wew.. cewek itu meluk lengannya Zaki.. Tidak meluk juga sih.. tapi lebih dari dipegang biasa.. Waduh, apa mereka pacaran? Mereka melihat ke arahku. Aku Cuma nyengir lalu buru-buru kabur. Nanti aku ganggu..
“Fin!” Eh? “Fina! Tunggu dulu!” Zaki menarikku sampai berbalik. “Ya?” tanyaku. “Mm.. kamu mau ke mana?” tanyanya. “Ke kamar..” ujarku sambil menunjuk ke arah kamarku. “Oh.. ok.. Ya..” ujarnya. Aku mengangguk. Dia melepasku dan aku kembali ke kamar.
“Mau dong, Fin!” ujar Asiyah. Aku memberikan sisa air minumku padanya. “Mm.. Tia.. tadi aku ketemu Zaki di ruang bersama..” ujarku. “Terus?” tanya Tia. “Sama ceweknya..” lanjutku. Tia mengerutkan dahi, “Zikru ngga punya cewek! Kamu pasti liat Marta. Kalo Marta sih emang ngejar-ngejar Zikru terus..” Oh gitu ya.. “Kenapa? Cemburu?” tanya Rosi. “Deeeuuh!” yang lain langsung menyahut! Uuh! “Ngga...!” balasku, “Udah ah! Ociii! Jangan ngeledekin teruuus!” ujarku. “Iya, iya, Fin..” Mereka tertawa. Uuh..
Jam sembilan malam, baru deh pada berbaring di tempat tidur setelah sikat gigi dan cuci muka. Aku menaruh boneka beruang putih kecil itu di samping bantalku. Dia akan nemenin aku tidur! Menggantikan boneka-bonekaku di rumah. Hore!

Keesokan harinya, tes MIPA dimulai jam sepuluh. Sampai jam dua belas. Huuah! Susah!! Tapi karena fisikanya sudah diajari Zaki semalam, jadi lumayan bisa deh! Aku harus berterima kasih padanya! Biologinya juga lumayan. Kimia juga. Matematikanya.. Phew.. Aku harus meminta Kak Randy mengajariku lagi!
Selesai tes, aku cari minum sama Rosi. Ah! Ketemu Zaki! Aku kan mau bilang terima kasih! “Zaki!” panggilku. Dia melihatku dan aku nyengir. Lalu dia menghampiriku. “Hai.. Fin..” ujarnya. “Kemarin makasih ya! Aku jadi bisa tadi fisikanya!” ujarku senang. “Syukurlah kalo gitu.. Sama-sama..” balasnya, “Bisa semua?” “Hmm.. Ngga juga sih.. Matematikanya susah..” jawabku. “Ng.. mau belajar bareng lagi?” tanyanya. “Kamu juga jago matematika?” tanyaku. “Eh.. ngga jago sih.. Tapi.. kalau belajar bareng kan lebih mudah nyelesain soalnya..” ujarnya. Aku mengangguk, “Boleh! Nanti malam kita belajar bareng lagi, ya!” Dia juga mengangguk. “Aku juga setuju!” ujar Rosi, “Aku kasih tau Tia sama Asiyah dulu ya!” Eh! Rosi pergi..
“Kamu mau ke mana?” tanya Zaki padaku. “Mm.. Ke taman aja kayanya..” ujarku. “Aku juga mau ke sana..” ujarnya. “Yuk!” ujarku. Aku dan Zaki berjalan bersama ke taman depan. Wah! Banyak orang juga! Aku dan Zaki duduk di kursi taman. “Oh iya! Katanya nanti sore, teman-temanku ingin pergi ke pasar yang kemarin itu!” ceritaku. “Oh ya? Kamu cerita ya?” tanyanya. Aku mengangguk, “Mereka juga pingin liat dan coba permainan itu!” Dia tertawa. Aku juga ikut tertawa, “Terima kasih bonekanya! Lucu banget!” “Sama-sama.. Itu kan kamu yang milih..” balasnya sambil tambah tertawa. Oh iya! Aku juga ketawa lagi mengingat hal itu!
“Apa nanti siang aja ya perginya?” tanyaku. “Terserah kamu..” jawabnya. Eh.. Aku mengernyit, “Terserah temen-temen, maksudnya?” “Eh.. iya..” tanggapnya singkat. “Ruu!” Cewek yang waktu itu sama Zaki.. Tapi Zaki tidak meresponnya sama sekali. “Jalan-jalan yuk, Ru!” ujar cewek itu. Mm.. siapa namanya? Marta ya? Apa iya ini yang namanya Marta? Atau cewek ini beda dengan yang dibicarakan Tia kemarin? Entahlah..
“Males..” balas Zaki acuh tak acuh. “Kenapa sih, Ru?!” seru cewek itu mulai kesal. Waduh.. Aku shalat dulu ah.. “Fin! Mau ke mana?” tanya Zaki. “Mau shalat..” ujarku sambil menunjuk arah masuk tempat menginap. “Ikut!” ujar Zaki buru-buru bangun. “Ru! Aku mau jalan-jalan!” seru Marta menarik Zaki. Kalau dilihat dari sikapnya, sepertinya memang Marta. “Ya sana! Aku ngga ngelarang!” balas Zaki menarik tangannya kembali. “Maunya sama kamu!” balas Marta. Walah.. Aku duluan saja deh..
“Bareng, Fin!” Zaki mengejarku. “Ru!!!” Marta ikutan mengejar. Eh?! Zaki menarikku kabur. Kenapa aku harus ikutan kabur? Dia kan tidak mengejarku! Zaki larinya cepet! Aku ngos-ngosan nih! “Ki!” Aku berusaha menahannya supaya tidak terlalu cepat. Lagian Marta sudah ketinggalan jauh. Sampai di tempat sholat, aku bener-bener ngos-ngosan, “Hooh..” “Maaf, Fin! Abisnya.. eh.. kan ngga enak lari sendiri..” ujarnya. Aku tertawa mendengarnya. Alasan yang aneh! Ada-ada saja dia!
Setelah shalat, aku ketemu Rosi dan Indah. Mereka mengajakku makan! Pas aku mau pergi, Zaki manggil. Dia juga bareng Danu sama Candra. Jadi banyakan deh makannya! Asik! Tambah rame, tambah seru kan!
Selesai makan, aku dan Rosi kembali ke kamar. Indah juga. Yang cowok ditinggalin karena masih sibuk makan. Pada nambah karena makanannya enak dan prasmanan juga! Di kamar, mau belajar, capek! Kalau tidur-tiduran jadi ngantuk! Akhirnya ngobrol! Tia juga di kamar. Asiyah juga. Lengkap! Seru ngobrolnya! Ketawa-ketawa.
“Oh iya, yang namanya Marta tuh yang rambutnya panjang tapi kayanya abis di rebonding gitu ya?” tanyaku. “Iya. Emang direbonding..” ujar Tia. Oh.. jadi bener yang tadi. “Kenapa? Masih cemburu karena dia ngejar Zikru?” tanya Rosi. “Apaan sih? Ngga kok.. Cuma ketemu aja tadi. Kirain salah orang..” ujarku, “Haus. Beli minum yuk..” ujarku pada teman-teman. “Males jalan, Fin.. Kamu aja gih..” ujar Tia. Yang lain juga males. Jadi aku sendiri jalan beli minum. Fuuh.. Aku memang selalu banyak kalau minum dan sering banget haus. jadi sering beli minum juga deh. Beli teh botol dingin! Minuman favoritku! Hmm.. Seger deh!
“Fin..” Eh.. Zaki.. Ketemu lagi! Aku Cuma nyengir sambil tetap minum. “Ruu!!!” Marta langsung menyerbu. Hah..! Zaki buru-buru menarikku kabur lagi. Duh! Kenapa selalu aku yang ditarik kabur sih? Dia menarikku sampai ke tempat penyimpanan sepeda. Marta masih ngejar! Wah! Pas banget sepedanya ada dua! “Ayo, Fin!” Dia yang minjemin. Aku buru-buru naik dan mengikutinya kabur. Tentu saja Marta tidak akan bisa mengejar! Sampai jauh, baru berhenti di pinggir jalan. Zaki tertawa puas karena berhasil kabur dari Marta. Aku sih senang-senang saja bisa naik sepeda!
“Oh iya! Gimana kalo ke pasarnya sekarang aja?” tanyaku. “Boleh..” balas Zaki. Siip! Aku sms temen-temen dulu. Aku dan Zaki sudah tidak jauh dari pasar kemarin. Isi smsnya: Temen2,k pasarny skrg aja ya.Aku udh dkt nih ama Zaki.Kalian nyusul aja.Pake spda kalo ada.Cptan ya!” Sending.. Ke Tia sama Rosi. Eh.. tidak apa-apa kan nanti Zaki jadi cowok sendiri..?
CKIIIIIT!!!!! BRAAAAAAAK!!!!! “Zaki!!!!!” Ada pengendara motor yang tiba-tiba nabrak Zaki begitu kerasnya sampai dia terpental sekitar tiga meter dan terjatuh!!! “WOY!!!” Pengendara motor itu langsung kabur! “Zaki!!!” Aku buru-buru menghampiri Zaki. Daripada ngejar tuh motor sinting, mending perhatiin dulu yang ketabrak kan?
Waduh! Tangannya berdarah! “Ya ampun! Sakit banget ya?” tanyaku panik. “Ngga apa-apa, Fin..” ujarnya sambil berusaha bangun. Duuh! “Kamu ngga akan bisa naik sepeda kalo tangannya gitu!” seruku. “Ngga apa-apa kok..” “DEK!!” Aku memanggil bocah yang sedang main di sekitar situ. Bocah itu mendekat padaku. “Bisa tolong bawain sepeda ini ke tempat nginep kami? Nanti ikutin aku aja!” ujarku. Bocah itu mengangguk. “Kamu kubonceng, Ki!” ujarku. “Jangan, Fin.. Berat..” “Udah, ngga usah banyak komentar! Jalannya nanjak! Kalo kamu pingsan di tengah jalan sambil naik sepeda, bisa tambah repot!” ujarku sambil buru-buru mengambil sepedaku.
Anak kecil tadi sudah siap dengan sepeda Zaki. Sepedanya tidak rusak sih.. Aku menyuruh Zaki duduk di belakangku begitu aku sudah naik. Untung sepedaku ada boncengannya! “Pegangan!” ujarku cepat. Dia memegang bajuku. Aku buru-buru mengendarai sepeda secepat yang kubisa. Anak kecil tadi mengikuti. Aduh! Ada telepon lagi! Ah! Palingan Tia dan Rosi yang tidak dapat sepeda!
“Fin.. Sorry.. Pusing banget..” ujarnya sambil bersandar di punggungku. “Tuh kan! Sebentar lagi sampe!” ujarku mempercepat sepeda. Sampai di penginapan, untungnya Tia, Rosi, Candra, Danu, dan Riki ada di tempat peminjaman sepeda! “Lho? Zikru kenapa, Fin?” tanya Candra. “Dia kena tabrak lari! Buruan bawa ke kamarnya! Tia, Rosi, cepetan panggil pembimbing ya!” ujarku cepat. Mereka semua langsung sigap. Yang cowok memapah Zaki yang lemas ke kamarnya dan Tia bersama Rosi mencari pembimbing untuk mengobati Zaki.
Aku memberikan sedikit uang pada bocah yang membawakan sepeda Zaki, “Makasih ya dek..” Bocah itu tertawa senang, “Sama-sama, Teh!” Lalu dia pergi berlari dengan riang. Aku masuk ke penginapan. Mencari kamar Zaki. Aduh, yang mana ya? “Fina!” Tia! “Gimana Zaki?” tanyaku cepat. “Di kamarnya. Udah sama dokter yang ngajarin kita biologi itu..” ujarnya. Syukurlah.. pembimbingku ada yang beneran dokter.. “Kamarnya di mana?” tanyaku. “Di sini.. Fin! Kamu berdarah!!” seru Tia ketika melihat punggung bajuku. Hah! Ini pasti darah Zaki!!! Kepalanya berdarah! Gawat!!! “Cepetan tunjukkin aku ke kamarnya!” seruku panik lagi. –cont/-

Tidak ada komentar: