Hari itu, 16 Juli 2010.
Setelah daftar ulang di IPB, dimulailah masa-masa matrikulasi. Aku dapet PM (Pengantar Matematika) bersama Pak Siswandi (yang tak lain dan tak bukan adalah MC saat ayahku disertasi dulu. Hahaha. Dunia memang sempit). Hari jum’at, jadwal kuliah jam 2. Aduh, siang banget. Pasti ngantuk. Untungnya hari Jum’at ini kelasku kebagian kelas enak ber-AC di R.U2. Lumayanlah, Cuma lantai dua.
Aku berangkat dari rumah jam dua belas. Naik angkot dibumbui macet-macet sedikit, udah biasalah. Sampai di IPB, aku menatap ke langit yang cerah, dihalangi oleh rindangnya pepohonan yang menutupi jalan-jalan besar di IPB, dan membuat semuanya menjadi teduh dan tenang. Aku mulai teringat akan penantianku selama ini. Hari inilah semuanya akan terungkap. Takdirku yang sudah digariskan Allah subhanahuwata’ala. Aku akan mengetahuinya hari ini dari pengumuman hasil SNMPTN 2010.
Pasrah. Hanya satu kata itu yang terlintas di pikiranku sambil menatap ke langit dan tersenyum merasakan sejuknya angin yang berhembus ke arahku seakan membisikkan ke hatiku agar senantiasa tenang dan damai. Aku pun berdoa sejenak sambil terus melangkah ke tempat janjian dengan teman untuk berangkat kuliah bersama.
Ya, Allah, jikalau memang di sinilah (di IPB) takdirku untuk melanjutkan hidupku, aku siap. Aku harus siap. Dan berilah aku kekuatan untuk menghadapi semua kegagalanku jika menurut Engkau ini yang terbaik untuk hidupku. Aku sudah rela, ya Allah. Aku sangat yakin jika nanti aku gagal lagi, pasti ada hikmah besar di balik semua itu. Engkau Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang ya Allah..
Dan jika Engkau mengabulkan satu-satunya impianku untuk menjadi dokter, aku akan sangat berterima kasih padamu, Ya Allah. Itulah sisa impianku untuk melanjutkan perjuanganku mencari ilmu. Aku ingin menjadi dokter.
Aku tidak akan memaksa lagi ya, Allah. Doaku tidak akan meminta sesuatu yang mungkin tidak baik menurutmu ya Allah. Jadi inilah, doaku sekarang. Ya Allah, berilah yang terbaik bagi hamba-Mu ini.. Berilah yang terbaik untuk kehidupanku selanjutnya ya, Allah! Amiin ya rabbal alamiiin..
Sambil membayangkan kata “Maaf....” di pengumuman SNMPTN nanti, air mataku hampir turun tapi aku tidak boleh menangis. Toh, masih ada kuliah yang harus kujalani hari ini. Tapi aku tau, aku harus mempersiapkan diriku untuk hal yang terburuk. Semuanya adalah bentuk pasrahku atas takdir yang terbaik dari Allah subhanahuawata’ala, sang Maha Adil dan Bijaksana.
Janjian sama Ines Mukti Hariantari di agrimart seperti biasa. Sekitar jam setengah dua, kami berjalan ke ruangan. Sampai di ruangan, pengajian kelas setiap hari Jum’at sudah hampir dimulai. Karena aku lagi tidak diperbolehkan shalat, jadi mendengarkan saja. Setelah pengajian, Pak Wandi datang dan kuliah dimulai.
Sepulang kuliah, aku dijemput bapak, jadi harus menunggu beliau selesai dulu. Sambil menunggu di mobil Ines, aku, Nunui, dan Ines mulai cemas akan hasil pengumuman SNMPTN yang katanya dimajukan jadi pukul enam sore ini. Karena aku sudah pasrah, aku tidak terlalu terbebani akan apa hasil SNMPTN nanti. Aku sudah pasrah. Sangat pasrah. Semuanya terserah Allah. Apapun hasilnya, aku akan menjalaninya. Nunui sudah hampir menangis memikirkan bagaimana kalau dia tidak diterima.. Ines juga sedih mengingat kalau dua temannya ini diterima, maka dia akan kehilangan teman untuk kuliah matrikulasi di IPB ini..
Jam enam kurang lima belas, bapak datang menjemput. Aku pulang bersama bapak dan ibu (yang datang ke IPB, supaya pulang bareng). Aku menceritakan tentang pengumuman SNMPTN yang dimajukan tapi bapa baca di koran tadi pagi, katanya tetap jam 00.00 malam nanti. Jadi kami santai saja. Ibu sudah membesarkan hatiku untuk tegar menghadapi kemungkinan terburuk. Dan aku bilang, aku sudah pasrah. Insya Allah!
Sampai di rumah, setelah mandi, ada sms masuk dari seorang sahabat, Djirjize, yang memberitahu kalau pengumuman SNMPTN sudah bisa dilihat. Ada sedikit rasa berdebar di hati saat memberitahukan hal itu pada bapak dan ibu. Tapi bapak sedang makan malam, jadi melihat hasilnya menunggu bapak dulu. Tidak apa. Toh aku sudah pasrah. Tidak perlu terburu-buru.
Setelah bapak selesai makan, dibukalah internet untuk melihat hasil itu. Diawali dengan beberapa kali gagal koneksi karena memang internet di rumah sulit sekali dijangkau. Aku sudah pasrah. Lalu saat bapak berhasil membuka websitenya, debaran hatiku makin bertambah tapi seiring dengan itu, mengingat aku sudah pasrah, hatiku tenang kembali.
Bapak: Berapa nomor SNMPTN-nya Pay?
Dengan tenang aku menjawab: 110-33-010209007
Bapak: Wah, James Bond! (karena nomor 007 di belakang nomor pesertaku)
Sambil nyengir, aku jawab: Iya dong, Pak! Kapan lagi James Bond ikut SNMPTN!
Lalu detik-detik penantian nomorku itu diproses oleh web SNMPTN, tidak ada yang berkata-kata. Yang terngiang di kepalaku adalah kenangan saat bapak membuka hasil UMB dulu. Dulu bapak langsung berkata, “Yaah.. coba di SNMPTN aja ya, pay..” begitu melihat kata maaf di hasil pengumuman. Aku jadi makin berdebar..
Tak lama, bapak berteriak.. “Ulfah Izdihar...” Aku tersentak mendengarnya dan spontan bertanya, “Ngga dapet ya, Pak...?” Tapi bapak melanjutkan... “...diterima di Fakultas Kedokteran..” Ibu langsung meloncat berdiri dan menghampiri bapak sambil berteriak, “Beneran, Pak?!! Itu beneran?!” Aku juga langsung menghampiri bapak dan melihat sendiri tulisan itu. Ibu langsung memelukku, “Alhamdulillah ya Allah! Upaaay!!! Akhirnya diterima jugaaa! Ya Allah! Upaaay!” Air mataku turun. Air mata bahagia campur sedikit kesedihan karena aku akan meninggalkan orang tuaku untuk mengejar cita-citaku. Tapi tak apa. Inilah yang terbaik untukku kata Allah.. Alhamdulillahirabbilalamiiiiin!
Setelah perjuangan selama berbulan-bulan, susah senang, diiringi beberapa tangis kekalahan, akhirya semua perjuanganku tidak sia-sia. Allah subhanahuwata’ala telah membawaku ke tempat terbaik untukku menuntut ilmu selanjutnya.
Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman
Alhamdulillahirabbilalamiiin
Alhamdulillahirabbilalamiiin
Alhamdulillahirabiilalamiiin!
Tanggal 16 Juli 2010, tangis lega, tangis kemenangan, dan sorak gembira terdengar di ruang tamu rumahku sekitar pukul 19.00. Inilah hasil usahaku dan penantianku selama ini. Terima kasih ya, Allah!
Aku langsung membagi kebahagiaan ini dengan kawan-kawanku yang sudah menanyakan padaku hasil SNMPTN beberapa saat sebelum kubuka. Ines, Dijirjize, AR, Qoqon, dan Hazmi. Lima orang pertama yang mendapat kabar gembira ini. Lalu dilanjut ke semua teman-temanku yang sangat berarti untukku, Bibah, Aii, Nisop, Tuti.. dan semuanya! Terima kasih teman-teman atas segala support kalian saat aku berjuang dulu. Terima kasih semuanyaaa!
Bapak langsung buka website UNSOED dan mencatat jadwal penting untuk psikotes dan tes kesehatan serta rergistrasi ulang di Purwokerto nanti. Wah, aku pulang kampung. Mulai sekarang, aku akan berada di kampung halamanku untuk menuntut ilmu. Sebuah perjalanan hidup yang tidak terduga sebelumnya..
17 Juli 2010
Di pagi hari, aku mendapat koran Radar Bogor sudah tepampang di atas lemari kecil dekat telepon di rumahku. Aku melihat namaku dan nama teman-teman seperjuanganku yang berhasil di situ. Gilang Norman Rizesa, Puji Rahmawati, M. Hazmi Anzhari, Siti Khodijah P.. Aku juga berbahagia untuk keberhasilan mereka.
Tapi beberapa saat kemudian aku mulai menahan air mataku mulai turun kembali saat ibu bercerita, “Pay.. Tadi malem bapak sama ibu nangis di kamar. Akhirnya anaknya abis.. Pergi semua.. Di mulut seneng tapi di hati sedih.. Tapi ngga apa-apa, Pay! Yang penting kan bisa jadi dokter, ya!” Aku mengangguk dengan mata berkaca-kaca dan akhirnya air mata itu tumpah ketika aku mandi dan tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya. Hingga saat ini aku masih sering menahan tangis saat ibu bilang “Yah.. Ngga enak amat ya, pak nanti kita buka puasa Cuma berdua..” atau saat ibu ingat, “Yah.. pak nanti kalau bapak keluar kota, ibu sendirian dong di rumah...”
Semuanya mengingatkanku akan saat-saat aku menemani ibu di rumah saat bulan puasa tahun lalu. Sampai aku tidak shalat tarawih di masjid untuk menemani ibu yang tidak bisa ke masjid karena masih sakit. Lalu saat bapak pergi keluar kota untuk mengerjakan proyek, aku tidur sama ibu, menemaninya agar tidak sendirian.. Dan mulai sekarang, kenyataan bahwa ibu, orang yang paling kusayang di dunia ini, sedih akan kutinggal membuat hatiku teriris.. Tapi inilah yang terbaik.. dan aku yakin.. yang terbaik akan jadi yang terindah..
Walaupun sedih, ibu tetap merelakanku untuk mengejar cita-citaku menjadi seorang dokter. Ditambah semangat dari bapak, “Gampang, bu. Kalo kangen nanti kita naik travel aja berdua ke purwokerto..” Akhirnya aku juga mulai tenang kembali dan tidak menangis lagi..
Bismillahirrahmanirrahim, aku akan memulai hidup baru di kampung halamanku nanti. Aku akan belajar mandiri dan menjadi minoritas! Membayangkannya saja sudah membuatku tersenyum karena sepertinya bakalan seru! Aku bisa menjadi sosok yang baru karena tidak seorang pun mengenalku lebih dulu! Wah! Pasti asik nih! Yah, doakan saja aku bisa mempunyai banyak teman di sana! Amiiin!